MENDIDIK ANAK TANGGUH

Materi ini disusun berawal dari keprihatinan terhadap permasalahan yang dialami rekan rekan dalam pernikahan mereka. Faktor yang melemahkan dalam sebuah pernikahan salah satunya adalah kurang tangguhnya individu dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapi.

  • Ada suami yang tidak percaya diri untuk mencari nafkah
  • Ada suami yang mengandalkan istri dalam hal memenuhi kebutuhan finansial keluarga
  • Ada suami yang cepat tertekan dan sering menarik diri saat ada permasalahan
  • Ada istri yang terlalu banyak menyalahkan pasangan tanpa banyak usaha yang dilakukan
  • Ada suami istri yang masih belum lepas dari intervensi orangtua
  • Ada suami istri yang belum berani untuk hidup mandiri

Mencermati hal tersebut, merunut pada tahap perkembangan manusia, sebenarnya ketangguhan bermula dari sejak seseorang lahir terdunia.

Ikhtiar kita membangun ketangguhan, akan menjadi awal terbentuknya keluarga sakinah anak anak kita kelak. Lalu bagaimana langkah awal yang bisa kita lakukan agar anak kita tumbuh menjadi pribadi yang tangguh?

PONDASI KETANGGUHAN

  1. Percaya kepada orang di luar dirinya.

Seseorang yang senantiasa berpikir bahwa orang di luar dirinya merupakan sebuah ancaman, tidak bisa memberikan perhatian penuh pada solusi dari sebuah permasalahan. Saat bekerja misalnya, ia akan selalu gelisah/ khawatir akan penilaian atasan, selalu berpikir bahwa rekan kerja tidak mendukung dirinya. Pemikiran pemikiran seperti ini akan menguras energinya, hingga tugas utamanya dalam pekerjaan terbengkalai. Terkadang ada sosok yang sering kali berpindah pindah kerja, karena merasa tidak nyaman dengan lingkungan kerjanya. Ia kurang mampu beradaptasi pada lingkungan.

Percaya kepada orang di luar dirinya, akan mendorong untuk senantiasa berpikir positif, tidak mudah berburuk sangka pada orang lain. Buruk sangka sangat menguras energi dan mengalihkan perhatian dari permasalahan sebenarnya.

Rasa percaya kepada orang diluar dirinya, dibentuk di dua tahun pertama kehidupan anak. Erikson menamakan tahap ini sebagai tahap TRUS vs MISTRUST.

Pada tahap ini PENTING untuk RESPONSIF terhadap kebutuhan anak. Jika ia haus, segera disusui. Jika kedinginan segera di selimuti, Jika ingin main bersama, segera di temani. Tidak membiarkan anak menangis terlalu lama. Segera penuhi kebutuhannya

  • Mandiri

Mandiri adalah mampu menuntaskan tugasnya sendiri tanpa bantuan. Bayangkan jika sosok dewasa tidak mandiri. Tugas tugas yang penting dalam kehidupannya menjadi menggantung tidak tuntas. Terdapat suami yang gamang menjadi kepala rumah tangga karena tidak memiliki keberanian untuk menuntaskan tugasnya sebagai pemberi nafkah. Ada kecemasan ketika harus menunaikan tugas tersebut sendiri. Lebih tertekan dan mengharapkan bantuan.

Kemandirian ini terbangun dari sejak usia 2 tahun. Secara alami, anak cenderung ingin menuntaskan tugasnya sendiri tanpa bantuan, Cermati anak usia 2 tahun yang mulai ingin memakai celana sendiri, mulai ingin makan sendiri, mandi sendiri. Namun tidak semua anak mendapat kesempatan untuk mandiir. Begitu banyak orangtua yang memilih untuk MEMBANTU anak menuntaskan tugas yang sesungguhnya dia MAMPU.

Menurut Erikson , usia 2 – 4 tahun adalah masa Autinomy vs Shame and Doubt, Masa ini merupakan masa yang penting untuk membangun kemandirian anak. Berikan tugas sesuai kemampuan mereka.

  • Tanggung Jawab

Saat perkembangan intelektual anak mulai berkembang, dan memahami sebab akibat. Kita bisa mulai mengenalkan pada konsep tanggungjawab melalui aktivitas sehari hari. Mencuci piring setelah makan, merapikan tempat tidur, membersihkan lingkungan sekitar setelah bermain, dan lain sebagainya.

Tanggungjawab juga diperoleh dari penegakan aturan dan konsekuensi dari kesalahan yang dilakukan. Rancanglah aturan dan konsekuensi yang wajar sesuai usia. Aturan dan konsekuensi tidak perlu berat, namun yang terpenting adalah kita tega menegakkannya karena anak mampu untuk melaluinya.

  • Daya juang

Tidak semua orang memiliki dorongan untuk berusaha mencapai harapan, dan target hidupnya. Ada sosok yang cepat menyerah, atau bahkan belum melangkah sudah memutuskan untuk berhenti. Daya juang bisa dibangun sejak dini. Biasakan anak untuk melalui PROSES, dan menikmatinya.

PROSES bisa dihayati anak dari hal hal sederhana. Dimulai dari mengenal kebutuhan yang ia rasakan. Misalnya anak merasa haus, lalu ia berusaha untuk mengambil minum. Anak merasa lapar, lalu menyiapkan diri untuk makan, dan makan sendiri. Bandingkan dengan anak yang lapar, malah rewel ngga karuan, kemudian disuapi oleh orangtuanya. Ia bisa terpenuhi kebutuhannya. Bahkan tanpa menyadari kebutuhan tersebut, dan tanpa usaha sama sekali untuk memenuhinya.

Membentuk daya juang ini bisa dimulai ketika kemampuan motorik atau kemampuan mengendalikan diri sudah berkembang, yaitu sejak 2 tahun.

  • Berani mengambil keputusan.

Ada tipe orang yang peragu dalam mengambil keputusan, ada yang terlalu berani dalam mengambil keputusan, ada juga yang “safety player” dalam mengambil keputusan. Pada dasarnya seorang pengambil keputusan harus berani mengambil resiko.

Dari sejak kapan anak bisa dibentuk untuk menjadi sosok yang berani mengambil resiko, namun juga terukur? Jawabannya adalah sejak usia 4 tahun. Beri kesempatan anak untuk memilih. Erikson menyebut masa ini sebagai Masa Initiative vs Guilt. Saatnya anak dibimbing agar memiliki insiatif. Beri kesempatan untuk memutuskan hal sederhana, seperti memilih pakaian yang ingin dipakai, memilih makanan yang ingin di makan, memilih buku yang ingin dibaca, dll. Jangan mengasuh anak, bagaikan mereka robot yang setiap langkah mereka hanya berdasarkan perintah kita.

Bagaimana agar Ia mampu mengukur resiko, sehingga berani mengambil resiko namun juga masih terukur dengan baik. Hal ini berkaitan dengan jiwa tanggungjawab.

  • Percaya diri

Terdapat sosok yang pintar secara akademik, namun tidak produktif, karena ia tidak percaya diri. Kelebihan kelebihan yang dimiliki menjadi tidak muncul. Ia sibuk berkutat dengan kekurangannya.

Setelah di masa 2 – 4 tahun anak membangun pondasi  kemandirian, dan di usia 4 -6 tahun anak membangun pondasi  insiatif, maka di usia 6 – 12 tahun adalah masa anak memantapkan pondasi tersebut menjadi sosok yang percaya diri.

Usia 6 – 12 tahun, adalah usia sekolah. Pastikan anak mendapat tugas yang ia mampu untuk tuntaskan. Pastikan anak mampu menuntaskan tugas tugasnya. Keberhasilan anak di masa ini akan ,mendukung pada terbentuknya rasa percaya diri. Karenanya jangan abaikan ketika anak mengalami kesulitan, baik akademik maupun sosial.

Rasa percaya diri juga terhayati dari bagaimana ia menilai dirinya. Apakah ia adalah sosok yang memiliki banyak kelebihan dan sedikit kekurangan atau sebaliknya.

Anak bisa mengetahui kelebihannya melalui pengalaman dirinya atau umpan balik dari orang lain, terutama orang yang signifikan bagi dirinya seperti orangtua dan guru. Karenanya penting untuk memastikan apakah anak kita memperoleh cukup apresiasi akan keberhasilan/ kebaikan dan usahakan minimalkan kritik tajam atas kesalahan mereka

Demikian enam pondasi yang perlu dibangun agar anak tangguh. Semoga bermanfaat. Silakan di share, sekiranya bermanfaat

Profil Penulis

Nama                    : Lita Edia Harti, S.Psi

Pendidikan         : S1 Psikologi UNPAD

Pekerjaan           : Direktur Sekolah Amal Mulia Insani Depok Owner Pernik Sakinah

Domisili               : Depok

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Don`t copy text!